Proses Pembentukan Batubara
Pada dasarnya batubara termasuk ke dalam jenis batuan sedimen. Batuan sedimen terbentuk dari material atau partikel yang terendapkan di dalam suatu cekungan dalam kondisi tertentu, dan mengalami kompaksi serta transformasi balk secara fisik, kimia maupun biokimia. Pada saat pengendapannya material ini selalu membentuk perlapisan yang horizontal.
II. Skala Waktu Geologi
Proses sedimentasi, kompaksi, maupun transportasi yang dialami oleh material dasar pembentuk sedimen sehingga menjadi batuan sedimen berjalan se lama jutaan tahun.
Kedua konsep tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan batubara vang mencakup proses :
- Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan (decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan pati.
- Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
- Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H20) clan sebagian akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (C02), karbonmonoksida (CO), clan metana (CH4).
- Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan patahan. _Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi high grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.
- Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada saat ini.
11.19.2008
Batuan Beku
Batuan Beku
Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari proses pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil pembekuan lava di permukaan bumi. Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.
Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku. Dalam membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari:
1. Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu:
o Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf.
Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.
Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
o Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
Fanerik/fanerokristalin
Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.
o Afanitik
Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisa mikroskopis dapat dibedakan:
Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
o Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi
yang lain.
Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
o Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.
2. Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:
o Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
o Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran.
Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
o Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
o Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
o Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
o Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
o Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
3. Komposisi Mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
o Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
o Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar klasifikasinya.
Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976) batuan beku dibagi menjadi:
• Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.
• Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
• Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:
• Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.
• Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%. Contohnya adalah dasit.
• Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya adalah andesit.
• Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.
Klasifikasi berdasarkan indeks warna ( S.J. Shand, 1943), yaitu:
• Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
• Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.
• Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:
• Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
• Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
• Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
• Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
10.29.2008
Batuan sebagai bahan induk tanah
Batuan sebagai bahan induk tanahBatuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) mineral
baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan
penyusun utama kerak bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Batuan
bisa mengandung satu atau beberapa mineral. Sebagai contoh ada yang
disebut sebagai monomineral rocks (batuan yang hanya mengandung satu jenis
mineral), misalnya marmer, yang hanya mengandung kalsit dalam bentuk
granular, kuarsit, yang hanya mengandung mineral kuarsa. Di samping
itu di alam ini paling banyak dijumpai batuan yang disebut polymineral rocks
(batuan yang mengandung lebih dari satu jenis mineral), seperti granit atau
monzonit kuarsa yang mengandung mineral kuarsa, feldspar, dan biotit.
Atas dasar cara terbentuknya, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu:
1. batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma
2. batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi
3. batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme
(a)
(b)
GAMBAR 7.1: Contoh batuan kristalin. (a) marmer yang monomineral, dan (b) monzonit
kuarsa yang polimineral
Untuk membedakan ketiga jenis batuan di atas tidak lah sulit. Secara sederhana
dapat dilakukan algoritma pengamatan sebagai berikut:
_ Bedakan apakah batuan itu terdiri atas klastika/detritus atau kristal?
_ Jika batuan terdiri atas klastika/detritus, dapat dipastikan sebagai batuan
sedimen. Arahkan pikiran anda ke deskripsi batuan sedimen klastik.
_ Jika batuan terdiri atas kristal, amati apakah terdiri atas satu macam mineral
(mono-mineralic) atau bermacam-macam kristal (poly-mineralic).
_ Jika batuan merupakan batuan kristalin yang monomineralik, amati
lebih detail bagaimana kontak antar kristal. Apakah merupakan kontak
belahan atau kontak suture. Jika batuan yang monomineralik ini mempunyai
kontak belahan maka dapat dipastikan sebagai batuan sedimen
non-klastik. Kontak suture disebabkan oleh tekanan dan reaksi antar
kristal ketika terkena proses metamorfisme.
_ Jika batuan merupakan batuan kristalin yang polimineralik, amati
apakah kontaknya interlocking (saling mengunci) ataukah suture.
_ Batugamping yang tersusun oleh material karbonat dimasukkan ke
dalam kelompok batuan sedimen.
Setelah diketahui dengan pasti jenis batuan yang diamati, sesuaikan kerangka
deskripsi berdasarkan jenis batuannya. Kesalahan dalam deskripsi dapat
menyebabkan perlakuan lebih lanjut terhadap batuan yang diamati menjadi
tidak tepat.
7.1 Macam-macam bebatuan
7.1.1 Batuan beku
A. Proses pembentukan
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan atau
kristalisasi magma. Proses ini merupakan proses perubahan fase dari fase
cair (lelehan, melt) menjadi fase padat, yang akan menghasilkan kristalkristal
mineral primer atau gelas. Proses pembekuan magma (temperatur dan
tekanan) akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan,
sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.
Karakteristik tekstur dan struktur pada batuan beku sangat dipengaruhi
oleh waktu dan energi kristalisasi. Apabila terdapat cukup energi dan waktu
pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal berukuran besar, sedangkan
bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus.
Bila pendinginan berlangsung sangat cepat, maka kristal tidak sempat terbentuk
dan cairan magma akan membeku menjadi gelas. Proses ini sangat identik
dengan pembuatan gula pasir, di mana untuk membuat gula yang berukuran kasar
diperlukan waktu pendinginan relatif lebih lama dibandingkan gula yang berukuran
halus.
Berdasarkan kecepatan pendinginan ini, maka batuan beku dapat dibagi
menjadi 3 macam, yaitu batuan beku plutonik, hipabisal dan batuan beku
volkanik yang berturut-turut mempunyai ukuran kristal dari yang paling
kasar ke halus.
GAMBAR 7.2: Seri reaksi Bowen
Urutan mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma seiring dengan
penurunan suhu dapat dilihat pada Bowen's reaction series (lihat gambar 1).
Pada seri reaksi Bowen terdapat 2 kelompok, yaitu:
1. seri terputus (discontinuous series), dimana mineral yang terbentuk mempunyai
struktur kristal dan komposisi yang berbeda-beda
2. seri berkesinambungan (continuous series), dimana mineral yang terbentuk
mempunyai struktur kristal yang sama, namun komposisi kimia
penyusunnya yang berbeda.
Akhirnya pada cairan magma akan tersisa silika, potasium dan sodium yang
akan kemudian akan membentuk mineral-mineral K-feldspar, muskovit dan
kuarsa.
Batuan beku berdasarkan atas genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku
intrusif, yang terbentuk di bawah permukaan bumi, dan batuan beku ekstrusif,
yang membeku di atas permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif masih
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu batuan aliran (efusif) dan ledakan (eksplosif).
B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik
Pengamatan fisik yang perlu diamati adalah warnanya saja. Warna dapat
mencerminkan proporsi kehadiran mineral terang (felsik) terhadap mineral
berwarna gelap (mafik). Dari pengamatan warna ini, dapat memberikan penafsiran
kepada tipe batuan asam, menengah, basa dan ultrabasa. Batuan
beku asam memiliki warna relatif lebih terang dibandingkan dengan batuan
beku menengah atau basa.
B.2. Tekstur
Pengamatan tekstur meliputi, tingkat kristalisasi, keseragaman kristal dan
ukuran kristal yang masing-masing dapat dibedakan menjadi beberapa
macam.
1. Tingkat kristalisasi
_ Holokristalin, seluruhnya terdiri atas kristalin
_ Holohyalin, seluruhnya terdiri atas gelas
_ Hypohyalin, sebagian kristal dan sebagian gelas.
2. Keseragaman kristal
_ Equigranular, mempunyai ukuran kristal yang relatif seragam. Sering
dipisahkan menjadi idiomorfik granular (kristal berbentuk euhedral),
hypidiomorfik granular (kristal berbentuk subhedral) dan allotriomorfik
granular (kristal berbentuk anhedral).
_ Inequigranular (porfiritik), mempunyai ukuran kristal yang tidak seragam.
Kristal yang relatif lebih besar disebut sebagai fenokris (kristal
sulung), yang terbentuk lebih awal. Sedangkan kristal yang lebih halus
disebut sebagai massa dasar.
_ Afanitik, jika batuan kristalin mempunyai ukuran kristal yang sangat
halus dan jenis mineralnya tidak dapat dibedakan dengan kaca pembesar.
3. Ukuran kristal
_ < 1mm !halus
_ 1 . 5mm !sedang
_ > 5mm !kasar
B.3. Komposisi
Mineral pada batuan beku dapat dikelompokkan menjadi mineral utama dan
mineral asesori. Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk
menentukan nama batuan berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya
pada batuan melimpah. Contoh: ortoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen
dan olivin.
Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak melimpah,
namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau
hornblende pada granit biotit atau granit hornblende.
Mineral yang sangat halus, misalnya pada batuan yang bertekstur afanitik,
cukup disebutkan kelompok mineralnya saja, misalnya mineral felsik, intermediat
atau mineral mafik. Contoh: Riolit tersusun oleh mineral felsik.
B.4. Struktur
Struktur pada batuan beku adalah kenampakan hubungan antara bagianbagian
batuan yang berbeda. Struktur ini sangat penting di dalam menduga
karakteristik keteknikan, misalnya pada batuan beku yang berstruktur kekar
tiang (columnar joint) akan mempunyai karakteristik keteknikan yang berbeda
dengan batuan beku yang berstruktur kekar lembaran (sheeting joint). Kedua
struktur ini hanya dapat diamati di lapangan.
Macam-macam struktur yang sering dijumpai pada batuan beku adalah:
_ Masif : bila batuan pejal tanpa retakan aau lubang gas
_ Teretakkan : bila batuan mempunyai retakan (kekar tiang atau kekar
lembaran)
_ Vesikuler : bila terdapat lubang gas. Skoriaan, jika lubang gas tidak saling
berhubungan; Pumisan, jika lubang gas saling berhubungan; Aliran,
bila ada kenampakan aliran pada orientasi lubang gas.
_ Amigdaloidal : bila lubang gas terisi oleh mineral sekunder.
7.1.2 Batuan sedimen
A. Proses pembentukan
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses sedimentasi,
yang meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan deposisi (pengendapan).
Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun pelapukan
kimia. Proses erosi dan transportasi terutama dilakukan oleh media air
dan angin. Proses pengendapan terjadi jika energi transport sudah tidak mampu
mengangkut detritus tersebut. Material yang lepas ini akan diubah menjadi
batuan dengan proses diagenesis dan litifikasi, yang termasuk di dalamnya
kompaksi dan sementasi.
Secara umum batuan sedimen dapat dibedakan menjadi dua golongan besar
berdasarkan cara pengendapannya, yaitu batuan sedimen klastik dan nonklastik.
_ Batuan sedimen klastik tersusun atas butiran-butiran (klastika) yang terbentuk
karena proses pelapukan secara mekanis dan banyak dijumpai
mineral-mineral alogenik. Mineral-mineral alogenik adalah mineral
yang tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimentasi
terjadi. Mineral ini berasal dari batuan asal yang telah mengalami
transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi.
Pada umumnya berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi,
seperti kuarsa, plagioklas, hornblende, garnet dan biotit.
_ Batuan sedimen non-klastik, terbentuk karena proses pengendapan secara
kimiawi dari larutan maupun hasil aktivitas organik dan umumnya
tersusun oleh mineral-mineral autigenik. Mineral-mineral autigenik
adalah mineral yang terbentuk pada lingkungan sedimentasi, seperti
gipsum, anhidrit, kalsit dan halit.
B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik
Pengamatan fisik meliputi pengamatan warna dan derajat kompaksi. Warna
batuan sedimen dapat mencerminkan komposisi dominan atau jenis semen
penyusunnya, misalnya batuan sedimen yang berukuran pasir berwarna kuning
atau kemerahan dapat diduga bahwa batuan tersebut disemen oleh material
yang tersusun oleh oksida besi.
B.2. Tekstur
Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang berhubungan dengan
butiran penyusunnya, seperti ukuran butir, bentuk butir, hubungan antar
butir (kemas). Secara umum tekstur batuan sedimen dapat dibedakan menjadi
2 macam, yaitu klastik dan non-klastik.
Pada tekstur klastik, yang diamati meliputi:
_ Ukuran butir yang dapat dipisahkan berdasarkan skala Wentworth,
seperti bongkah (> 256 mm), berangkal (64 . 256 mm), kerakal (4 . 64
mm), kerikil (2 . 4 mm), pasir (0,063 . 2 mm), lanau (0,004 . 0,063 mm)
dan lempung (< 0,004 mm).
_ Sortasi (pemilahan) dapat berupa sortasi baik, jika besar butiran
penyusunnya relatif sama dan sortasi buruk, jika besar butiran
penyusunnya tidak sama.
_ Bentuk butir dibedakan atas bentuk menyudut (angular) dan membundar
(rounded) serta menyudut/membulat tanggung (subangular atau
subrounded).
_ Kemas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kemas terbuka (matrix supported),
jika butiran yang berukuran besar (fragmen) tidak saling bersentuhan
atau mengambang dalam matrik. Kemas tertutup (class supported)
jika butiran penyusunnya saling bersentuhan satu sama lain.
Pada batuan sedimen yang berukuran > 2 mm, masih dapat dideskripsi lebih
detail mengenai fragmen (butiran yang lebih besar dari ukuran pasir), matrik
(butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan diendapkan bersamasama
fragmen), dan semen (material halus yang menjadi pengikat antara matrik
dan fragmen. Semen dapat berupa silika, karbonat, sulfat, atau oksida
besi.
Pada batuan yang bertekstur non-klastik umumnya memperlihatkan kenampakan
mozaik dari kristal penyusunnya. Kristal penyusun biasanya terdiri
dari satu macam mineral (monomineralik), seperti gipsum, kalsit, dan anhidrit.
Macam-macam tekstur non-klastik adalah:
_ Amorf : berukuran lempung/koloid
_ Oolitik : kristal berbentuk bulat yang berkumpul, ukurannya 0,25 . 2
mm
_ Pisolitik : sama seperti oolitik, ukuran butir kristalnya > 2 mm
B.3. Struktur
Struktur pada batuan sedimen sangat penting baik untuk geologi maupun geologi
teknik. Pada analisis geologi struktur ini dapat digunakan untuk menganalisis
kondisi tektonik dari daerah dimana batuan sedimen tersebut dijumpai.
Di samping itu pada bidang batas struktur sedimen secara keteknikan
merupakan bidang lemah. Macam struktur sedimen yang dapat dijumpai,
misalnya:
_ Perlapisan atau laminasi sejajar, bentuk lapisan yang pada awalnya terbentuk
secara horizontal. Posisi lapisan ini dapat berubah jika terkena
proses tektonik, misalnya perlapisan miring atau terkena patahan.
_ Perlapisan silang-siur, perlapisan batuan saling potong-memotong pada
skala kecil, biasanya melengkung.
_ Perlapisan bergradasi (graded bedding), yang dicirikan oleh perubahan
ukuran butiran pada satu bidang perlapisan. Masif, apabila tidak dijumpai
lapisan atau laminasi.
B.4. Komposisi
Pengamatan komposisi pada batuan sedimen lebih kompleks daripada pada
batuan beku, karena batuan sedimen dapat tersusun oleh fragmen batuan
maupun mineral. Namun pada pengamatan komposisi yang ditekankan
cukup pada pengamatan komposisi fragmen dan semen. Fragmen dapat berupa
butiran mineral yang berukuran lebih dari 2 mm maupun batuan lain
(beku, sedimen, dan metamorf).
Semen biasanya tersusun oleh mineral-mineral berukuran halus, seperti
lempung, gipsum, karbonat, oksida besi dan/atau silika. Jenis semen ini akan
berpengaruh terhadap karakteristik keteknikan dari batuan sedimen. Batuan
yang tersemen silika akan mempunyai karakteristik keteknikan yang lebih
baik daripada batuan yang tersemen karbonat. Jenis semen ini bisa diperkirakan
dengan menggunakan alat bantu, misalnya HCl untuk menentukan
hadirnya material karbonat. Semen gipsum biasanya mempunyai warna hampir
sama dengan karbonat, hanya tidak bereaksi dengan HCl. Semen oksida
besi biasanya berwarna kuning atau merah. Sedangkan semen silika biasanya
sangan keras.
7.1.3 Batuan metamorf
A. Proses pembentukan
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfosa pada
batuan yang telah ada sebelumnya sehingga mengalami perubahan komposisi
mineral, struktur, dan tekstur tanpa mengubah komposisi kimia dan
tanpa melalui fase cair. Proses ini merupakan proses isokimia (tidak terjadi
penambahan unsur-unsur kimia pada batuan), yang disebabkan oleh perubahan
suhu, tekanan dan fluida, atau variasi dari ketiga faktor tersebut.
Secara umum terdapat tiga macam tipe metamorfosa, yaitu:
_ Metamorfosa termal, yang disebabkan oleh adanya kenaikan suhu akibat
terobosan magma atau lava. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi
dan reaksi antara mineral dan larutan magmatik serta penggantian dan
penambahan mineral.
_ Metamorfosa regional, terjadi pada daerah yang luas akibat pembentukan
pegunungan. Perubahan terutama disebabkan dominan oleh
tekanan.
_ Metamorfosa dinamik, yang terjadi pada daerah yang mengalami dislokasi
atau deformasi intensif akibat patahan. Proses yang terjadi adalah
perubahan mekanis pada batuan, tidak terjadi rekristalisasi kecuali pada
tingkat _lonitik.
Mineral yang umum dijumpai pada batuan metamorf adalah kuarsa, garnet,
kalsit, feldspar, mika, dan amfibol.
B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik
Pengamatan fisik pada batuan metamorf meliputi pengamatan warna batuan.
Warna batuan dapat mencerminkan ukuran butiran. Warna yang gelap cenderung
mempunyai ukuran butiran yang halus yang tersusun oleh mineralmineral
mika yang berukuran halus. Warna yang terang biasanya tersusun
oleh kuarsa atau karbonat.
B.2. Tekstur
Pengamatan tekstur pada batuan metamorf relatif hampir sama dengan pada
batuan beku, karena sama-sama terdiri atas kristal. Macam-macam pengamatan
tekstur pada batuan metamorf adalah sebagai berikut:
_ Tektstur berdasarkan bentuk individu kristal: idioblast (jika mineral
penyusunnya dominan berbentuk euhedra), hypidioblast (jika mineral
penyusunnya berbentuk anhedra).
_ Berdasarkan bentuk mineral, tekstur batuan metamorf dapat dibagi
menjadi: lepidoblastik (terdiri dari mineral berbentuk tabular seperti mika),
nematoblastik (terdiri dari mineral berbentuk prismatik, seperti hornblende/
amfibol), granoblastik (terdiri dari mineral yang berbentuk granular,
anhedra, dengan batas-batas suture), dan porfiroblastik (terdiri dari
mineral-mineral yang berukuran tidak seragam, beberapa mineral ditemukan
berukuran lebih besar daripada yang lain).
B.3. Struktur
Struktur pada batuan metamorf lebih penting daripada tekstur, karena merupakan
dasar dari penamaan batuan metamorf. Struktur ini dapat dibagi mennjadi
dua, yaitu struktur foliasi dan struktur non-foliasi.
_ Struktur foliasi adalah struktur paralel yang disebabkan oleh adanya
penjajaran mineral-mineral penyusunnya. Umumnya tersusun oleh
mineral-mineral pipih dan/atau prismatik, seperti mika, horblende atau
piroksen. Struktur foliasi dapat dibedakan menjadi slaty cleavage
(adanya bidang-bidang belah yang sangat rapat, teratur dan sejajar; batuannya
disebut slate/batusabak), phyllitic (hampir sama dengan slaty
cleavage, tetapi tingkatannya lebih tinggi daripada batu sabak, sudah
terlihat adanya pemisahan mineral pipih dan dan mineral granular; batuannya
disebut filit), schistosic (adanya penjajaran mineral-mineral pipih
yang menerus dan tidak terputus oleh mineral granular; batuannya
disebut sekis), dan gneissic (adanya penjajaran mineral-mineral granular
yang berselingan dengan mineral-mineral prismatik, mineral pipih
memiliki orientasi tidak menerus; batuannya disebut gneis).
_ Struktur non-foliasi dicirikan oleh tidak adanya penjajaran mineral pipih
atau prismatik. Struktur ini terdiri atas hornfelsic (dibentuk oleh metamorfosa
termal, dimana butiran mineralnya berukuran relatif seragam;
batuannya disebut hornfels [tersusun oleh polimineralik], kuarsit [tersusun
dominan oleh kuarsa], dan marmer [tersusun oleh kalsit]), cataclastic
(terbentuk karena metamorfosa kataklastik, misalnya akibat patahan;
nama batuannya adalah kataklasit), mylonitic (mirip dengan kataklastik,
tetapi mineral penyusunnya berukuran halus dan dapat dibelah
seperti skis; nama batuannya disebut milonit), dan pyllonitic (struktur
ini mirip dengan milonitik, tetapi sudah mengalami rekristalisasi sehingga
menunjukkan kilap sutera; nama batuannya disebut gllonit).
B.4. Komposisi
Komposisi mineral pada batuan metamorf hampir sama dengan pada batuan
beku atau sedimen non-klastik. Perbedaannya jenis mineralnya lebih kompleks
karena merupakan hasil rekristalisasi dari mineral-mineral pada batuan
asalnya. Komposisi mineral pada batuan metamorf berfoliasi biasanya polimineralik,
sedangkan pada non-foliasi biasanya monomineralik, kecuali hornBAB
fels.
7.2 Pelapukan dan alterasi pada batuan
Proses pelapukan dan alterasi menyebabkan terubahnya batuan asal menjadi
material lain yang sifat fisiknya menjadi lebih lemah. Proses ini dapat mempermudah
atau mempercepat terurainya ikatan kimia mineral pada batuan.
Proses pelapukan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
_ Pelapukan mekanik yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir.
_ Pelapukan kimia, yang menyebabkan mineral pada batuan mengalami
dekomposisi.
Proses alterasi sedikit berbeda dengan pelapukan. Pada alterasi, proses kimia
lebih berperan dibandingkan proses fisika dan di sini terjadi peningkatan suhu
yang signifikan untuk mempercepat proses alterasi. Namun demikian, baik
proses pelapukan maupun proses alterasi keduanya akan mempercepat proses
pembentukan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar